-->
ads here

Penanganan Dan Pengolahan Jahe Pasca Panen

- 12/09/2015
advertise here
Penanganan Dan Pengolahan Jahe Pasca Panen - Penanganan bahan setelah dipanen begitu juga rimpang jahe,  perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap kualitas produk hasil pengolahan. Teknik penanganan bahan baku pada umumnya terdiri dari sortasi, pencucian, pengeringan/penirisan, sortasi/grading, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan. Sebelum dijual dalam bentuk segar maupun setelah diolah lebih lanjut.

Rimpang jahe dapat diolah menjadi berbagai jenis produk antara lain : simplisia, serbuk, oleoresin, minyak atsiri dan ekstrak kering. Semua jenis produk tersebut bermanfaat untuk menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan minuman. Penanganan dan pengolahan rimpang jahe bertujuan untuk meminimalkan kerusakan hasil panen, memaksimalkan mutu hasil pengolahan serta meningkatkan nilai ekonomi rimpang jahe.

penanganan dan pengolahan jahe

Pengananan Rimpang Jahe Pasca Panen 

Tahap tahap penanganan rimpang jahe setelah panan adalah sebagai berikut :

1. Sortasi Rimpang Jahe Segar

Rimpang jahe segar yang baru saja dipanen secepatnya dilakukan penyortiran supaya mutunya tetap terjaga. Tanah/kotoran, gulma yang menempel pada rimpang langsung dibersihkan. Demikian juga bahan yang busuk dengan yang sehat harus segera dipisahkan. Tujuan sortasi adalah untuk mengurangi jumlah kotoran yang ikut terbawa dalam rimpang jahe, mencegah kerusakan permukaan kulit serta mempermudah pencucian.

2. Pencucian Rimpang Jahe

Pencucian terhadap rimpang Jahe segera dilakukan setelah selesai penyortiran, dimaksudkan untuk mencegah kontaminasi serta pembusukan yang dapat mempengaruhi mutu rimpang. Sumber air untuk mencuci rimpang diharapkan berasal dari mata air, sumur ataupun PAM. Penggunaan air sungai tidak dianjurkan untuk menghindari terkontaminasi baik oleh bakteri E.coli ataupun patogen.

Cara pencucian dapat dilakukan dengan penyemprotan bertekanan tinggi dan dibantu dengan sikat yang terbuat dari plastik. Rimpang jahe dapat juga dicuci/dibersihkan dengan menggunakan alat pembersih rimpang jahe.

3. Penirisan/pengeringan

Rimpang yang sudah dicuci bersih kemudian ditiriskan menggunakan rak pengering dan ditempatkan dalam lapisan yang tipis. Alat pengering yang digunakan terbuat dari kawat yang berlubang untuk mempermudah sirkulasi udara, rimpang dibolak-balik secara periodik untuk memastikan keseragaman pengeringan serta mencegah fermentasi . Rak pengering harus bersih, tidak berkarat dan tidak bereaksi dengan rimpang yang dijemur serta ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari langsung. Pengeringan cukup dengan cara diangin-anginkan dan dilakukan sampai airnya tiris atau sekitar 4-6 hari.

4. Grading Rimpang Jahe

Rimpang yang telah dicuci bersih dan sudah ditiriskan dipisahkan sesuai dengan ukuran atau grade serta tujuan penggunaan. Untuk dipasarkan grading disesuaikan dengan mutu/kualitas permintaan atau standar perdagangan. Jenis jahe yang paling banyak dibutuhkan untuk pasaran dunia adalah jahe gajah.
Jepang memberikan persyaratan berat ± 150 g/rimpang, Perancis ± 300 g/rimpang dan Arab ± 120 g/rimpang.

Sedangkan berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar kategorinya adalah sebagai berikut:
a. Mutu I: bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak terdapat benda asing dan pengotor dan tidak berjamur
 b. Mutu II: bobot 150-249 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur
c. Mutu III: bobot bobot dibawah 150 g/rimpang atau sesuai hasil analisi, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 35 dan kapang maksimum 10%

5. Pengemasan Rimpang Jahe

Bahan baku yang kering dan sudah disortir sesuai mutu grade dapat dikemas dengan menggunakan jala plastik ataupun peti yang terbuat dari kayu yang dilapisi dengan kertas ataupun kemasan sesuai dengan kesepakatan eksportir/pembeli. Hal ini untuk menjaga kerusakan baik selama pengangkutan kepasar ataupun selama penyimpanan.

6. Penyimpanan Rimpang Jahe Segar

Rimpang sudah dikemas dapat disimpan sebelum diolah lebih lanjut. Ruang tempat penyimpanan harus bersih bila perlu dilakukan fumigasi terlebih dahulu untuk membasmi hama/ serangga perusak rimpang. Selain itu sirkulasi udara melaui ventilasi cukup baik, kelembaban udara rendah (65%), cahaya cukup (suhu gudang penyimpanan maksimal 30ºC) dan tidak bocor.




Pengolahan Rimpang Jahe

Sebelum di gunakan pada industri makanan ataupun farmasi rimpang jahe dapat di olah menjadi beberapa olahan, dengan tujuan untuk mempertahankan mutu sewaktu dalam penyimpanan jangka panjang. Beberapa olahan rimpang jahe yaitu antara lain :

simplisia jahe

1. Simplisia Rimpang Jahe

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai bahan baku obat yang belum mengalami pengolahan tetapi sudah dikeringkan (Ditjen POM 1982). Jenis olahan tersebut merupakan bentuk produk yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisonal. Rimpang jahe dapat diolah menjadi bentuk simplisia yaitu dengan cara merajangnya terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Mutu/kualitas simplisia dipengaruhi oleh teknik perajangan, ketebalan perajangan dan teknik penjemuran.

Untuk mempercepat proses pengeringan rimpang jahe perlu diperkecil ukurannya yaitu dengan merajang secara split (membujur). Rimpang jahe mengandung banyak serat sehingga untuk mengurangi terputusnya serat-serat yang didalamnya terdapat minyak atsiri, perajangan dilakukan dengan cara split dengan ketebalan 4-5 mm.

Perajangan dapat dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan pisau stainless. Perajangan secara tradisional menghasilkan ketebalan irisan tidak seragam, dan kapasitasnya rata-rata 5 kg jahe iris/hari/orang. Selain itu, perajangan juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat perajang tipe engkol untuk meningkatkan efesiensi kerja perajangan, ketebalan irisan seragam, kapasitas kerja lebih besar dan mutu hasil olahan memenuhi standart.

Setelah dirajang bahan langsung dikeringkan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kontaminasi. Penjemuran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tradisional dan buatan. Secara tradisional yaitu langsung dijemur di panas matahari diatas tampah ataupun para-para yang ditutupi dengan kain hitam. Tempat penjemuran tidak boleh mengenai tanah minimal jaraknya ± 4 cm dari permukaan tanah. Sedangkan pengering buatan dapat menggunakan alat seperti kabinet pengering, oven, dan blower.

Pengeringan jahe memanfaatkan sinar matahari yang ditutup kain hitam menghasilkan kadar minyak atsiri 2,8% dan dengan sinar matahari tanpa ditutup kain hitam kadar minyaknya 2,39% . Melakukan pengeringan jahe menggunakan alat blower berkapasitas 200-300 kg, dengan suhu maksimal 50º C, menghasilkan kadar minyak atsiri sebesar 2,8% dan total fenolnya 3,79% dengan lama pengeringan sekitar 8-10 jam.

minyak atsiri jahe

2. Minyak Atsiri Jahe

Minyak atsiri terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi titik didih yang berbeda. Kadar minyak atsiri dipengaruhi oleh teknik penyulingan dan kadar air dari bahan yang disuling. Minyak atsiri jahe dapat diperoleh dengan cara menyuling simplisia jahe yang sudah diserbuk dengan metode penyulingan uap air/kukus. Selain dalam bentuk simplisia, rimpang jahe dalam bentuk segar juga dapat disuling tetapi sebelumnya rimpang dirajang atau dihancurkan terlebih dahulu. Untuk jahe segar sebaiknya disuling dengan metode uap langsung (tekanan 2,5 atm dalam ketel uap), dengan lama penyulingan antara 4-8 jam dan rendemen minyaknya 1,5-3,8%.

bubuk jahe

3. Bubuk Jahe

Bubuk jahe merupakan hasil pengolahan lanjutan dari simplisia yang diperoleh melalui proses penepungan. Simplisia yang digunakan sebagai bahan baku serbuk mengandung kadar air 8-10%. Ukuran serbuk disesuaikan dengan kebutuhan/keperluan. Untuk bumbu masak, seperti bumbu kari ukuran partikelnya 50-60 mesh, untuk kepentingan ekstraksi 40-60 mesh.


oleoresin jahe, ekstrak jahe

4. Oleoresin

Oleoresin merupakan hasil pengolahan lanjutan dari bubuk/serbuk berupa campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara ekstraksi. Pengertian dari ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang terdapat dalam suatu bahan yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut.

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kehalusan bahan, jenis pelarut, konsentrasi pelarut, perbandingan jumlah bahan dengan pelarut dan lama ekstraksi. Teknik ekstraksi jahe yang optimal adalah menggunakan serbuk jahe berukuran 60 mesh, lama ekstraksi 6 jam dihasilkan rendemen ekstrak kental/oleoresin ± 6 % dengan kadar total fenol sebesar 9,08% .

Baca juga artikel : 
Advertisement advertise here