-->
ads here

Budidaya Ikan Lele Dengan Menerapkan Sistem Bioflok

- 8/25/2014
advertise here
Budidaya Ikan Lele Dengan Menerapkan Sistem Bioflok - Inovasi dan modifikasi teknologi manjadi suatu hal yang wajib untuk meningkatkan mutu dan kwantitas produksi, demi pemenuhan kebutuhan pasar yang semakin meningkat. Demikian juga yang terjadi pada sektor Perikanan. Semakin sempitnya lahan, pencapaian target laba dan permintaan pasar yang terus meningkat adalah faktor-faktor yang menuntut para ilmuwan dan pakar di bidang masing masing untuk melakukan penelitian untuk mencari inovasi baru yang lebih baik.


Contohnya adalah Paguyuban Mina Pantura (Pantai Utara), di kawasan Pantura Pemalang–Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka melakukan pembesaran lele super intensif dengan aplikasi teknologi bioflok, manajemen pakan yang baik, pemilihan strain ikan yang tepat dan pemilihan probiotik yang handal.
Hasilnya,dengan luas tanah tidak lebih dari 100 m2 mampu diproduksi lele konsumsi sebanyak 4 ton per bulan. Keuntungan kotor mencapai Rp 8–10juta. Berikut adalah kiat-kiatnya.

 

Teknologi Bioflok

Intensifikasi budidaya melalui peningkatan padat tebar benih dan penggunaan pakan berprotein tinggi dilakukan guna meningkatkan produksi benih per satuan luas.  Kegiatan tersebut cukup berisiko jikakurang tepat dalam pengelolaannya, karena menghasilkan bahan organik dalam jumlah besar yang memacu peningkatan kadar senyawa toksik seperti amonia dan nitrit, serta perkembangan bakteri patogen. Limbah organik, baik dalam bentuk terlarut (dissolved) maupun padatan (suspended) tersebut juga berpotensi menurunkan daya dukung perairan bagi kehidupan organisme akuatik dan masyarakat jikatidak dikelola dengan baik.

Limbah cair akuakultur memiliki kandungan unsur nitrogen terlarut sangat tinggi, dalam bentuk amonia, nitrit,dan nitrat. Jika dibuang langsung ke perairan umum atau digunakan kembali ke kolam budidaya bisa menyebabkan kematian ikan serta eutrofikasi yang menyebabkan gangguan ekosistem.
Di sisi lain, nutrien yang terkandung tersebut berpotensi sebagai media bagi pengembangan pakan alami yang bisa menambah nilai ekonomis limbah tersebut. Selain itu, populasi mikroorganisme yang ada dalam limbah cair merupakan potensi besar karena bisamenjadi makanan alami bagi sejumlah spesies ikan budidaya seperti nila, udang vannamei, dan udang galah. Dan ternyata, lele pun memakan bioflok sehingga kebutuhan pakan bisa ditekan.

Terkait hal ini beberapa hal yang perlu dipahami mengenai konsep teknologi bioflok adalah sebagai berikut. :

1. Pemberian pakan berprotein tinggi mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen (N) organik, seperti amonia dan nitrit, karena hanya 20–25% protein pakan yang terkonversi menjadi protein ikan,

2. amonia dan nitrit toksik bagi ikan sehingga menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian,

3. penambahan sumber karbon (C) organik, dalam bentuk molase (tetes tebu), tepung tapioka, tepung terigu, meningkatkan rasio C:N diatas 10 sehingga bakteri heterotrof berkembang,
4. bakteri heterotrof lebih efektif mengkonversi N di air media menjadi biomassa sel dibandingkan fitoplankton,

5. densitas bakteri heterotrof yang tinggi membentuk flok “bioflok” yang bisadimanfaatkan sejumlah spesies ikan sebagai sumber pakan tambahan,

6. agar sistem bioflok berjalan baik maka suplai oksigen (minimum 5 mg/L) dan pengadukan harus dilakukan.

Selain itu, pemilihan jenis bakteri sangat utama terhadap keberhasilan sistem bioflok, karena tidak semua bakteri mampu membentuk flok.  Bakteri positif—yangselama ini dikenal sebagai probiotik—merupakanpilihan tepat dalam penerapan budidaya sistem bioflok, satu di antaranya Bacillus subtillis.



Budidaya Ikan Lele Mina Pantura

Pemilihan jenis bakteri.Mikroba dengan kemampuan remediasi tinggi merupakan kunci utama keberhasilan penerapan sistem bioflok.  Dengan waktu pembelahan diri yang cepat (generation time 10–12jam) maka populasi bakteri heterotrof akan sangat cepat.

Bakteri yang dikenal handal sebagai remediator bahan organik adalah Bacillus sp.  Tanpa mengkultuskan jenis probotik yang dipakan (gambar 4), namun berdasarkan komposisi bakteri penyusunnya maka sangat logis kalau produk tersebut efektif digunakan sebagai agensia perombaklimbah organik dalam sistem bioflok.

Manajemen pakan. Selain pemilihan jenis pakan yang tepat, ada teknik tertentudalam pengolahan pakan sebelum digunakan. Yaitu melalui penerapan sistem fermentasi pakan sehingga nilai kecernaan pakan meningkat.

Fermentasi dilakukan dengan menambahkan probiotik sebanyak 4 ml/Kg pakan, dibiarkan selama 2–7hari dalam tempat oksigen terbatas (an aerob).  Pada hari ke-3 fermentasi,ternyata pakan sudah ditumbuhi mikroba sehingga berwarna keputihan.

Berdasarkan pengalaman, pakan yang telah difermentasi tersebut memberikan hasil positif, berupa ikan yang sehat. Kebalikannya pemberian pakan tanpa difermentasi berakibat pada banyaknya ikan yang luka. Alhasilterciptalah sistem budidaya lele hemat pakan, karena FCR-nya 0,7 – 0,8.

Untuk menghemat biaya pakan dilakukan beberapa langkah khusus. Yaitu 1) penggunaan pakan dengan kadar protein tinggi (28–31) dihentikan dan diganti dengan pakan dengan kadar protein rendah, 22–24 setelah flok terbentuk dan 2) pemuasaan sehari tiap minggu setelah flok terbentuk (kandungan flok 150 mL/L media).

Manajemen air.  Sistem bioflok bukan berarti tanpa ganti air, karena jikadensitas flok terlalu tinggi berbahaya bagi keseimbangan sistem, khususnya kadar oksigen terlarut akan sangat rendah, sehingga ikan rawan stres dan kematian.

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada beberapa bak pemeliharaan ikan lele, diketahui bahwa sistem tersebut cukup ideal, dengan level pH 8,0 – 8,1; oksigen terlarut 1,8 mg/L (bagian atas) dan 2,1 mg/L (bagian tengah); kadar nitrit 0 mg/L, dan kadar nitrat 0 mg/L.
Sumber : Majalah Trobos


Advertisement advertise here